Jumat, 16 Maret 2012

Home Download Suara Guru Profil Faktor Sosial Budaya: Penyebab Rendahnya Minat terhadap Pendidikan

Menurut Dalyono (2008), rendahnya minat orang tua terhadap pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya faktor pribadi (tingkat kesadaran), faktor ekonomi, faktor sosial budaya (social cultur), dan faktor letak geografis sekolah.
Faktor sosial budaya berkaitan dengan kultur masyarakat yang berupa persepsi/pandangan, adat istiadat, dan kebiasaan. Peserta didik selalu melakukan kontak dengan masyarakat. Pengaruh-pengaruh budaya yang negatif dan salah terhadap dunia pendidikan akan turut berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak. Peserta didik yang bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah atau putus sekolah akan terpengaruh dengan mereka.
Adanya faktor lingkungan sosial budaya ini berawal dari sebuah teori empiris dari Jhon Locke, seorang ahli filsafat Inggris pada tahun 1632-1704. Ia mengatakan bahwa anak lahir seperti kertas putih yang belum mendapat coretan sedikitpun. Akan dijadikan apa kertas itu terserah kepada yang menulisnya. Teori Jhon Locke ini disebut pula dengan teori tabularasa. Menurut teori Jhon Locke, manusia tidak memiliki pembawaan. Seluruh perkembangan hidupnya sejak lahir sampai dewasa semata-mata ditentukan oleh faktor luar atau faktor lingkungan, seperti lingkungan keluarga dan masyarakat.
Menurut Dalyono (2008), “Lingkungan sosial budaya masyarakat adalah semua orang/manusia yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan
anak.” Pengaruh sosial tersebut dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung, seperti terjadi di dalam pergaulan anak sehari-hari dengan teman sebayanya atau orang lain. Yang tidak langsung dapat terjadi melalui jalur informasi, seperti radio atau televisi. Masih menurut Dalyono (2008), “Anak-anak yang dibesarkan di kota pola pikirnya berbeda dengan anak di desa.” Pada umumnya anak yang tinggal di kota lebih bersikap aktif dan dinamis, bila dibandingkan dengan anak desa yang selalu bersikap statis dan lamban. Itulah sebabnya, perkembangan dan kemajuan anak yang tinggal di kota jauh lebih pesat daripada anak yang tinggal di desa.
Penelitian Firdaus (2005) menyebutkan bahwa rendahnya minat orang tua untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke Sekolah Menengah Pertama disebabkan: Pertama, faktor sosial budaya sebesar 87,3%. Kedua, faktor kurangnya biaya pendidikan (ekonomi tidak mampu) diperoleh sebesar 86,0%. Ketiga, faktor kurangnya tingkat kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan (faktor orang tua) diperoleh sebesar 59,1%. Keempat, letak geografis sekolah sebesar 50,8%.
Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat kecewa dengan kualitas pendidikan. Masyarakat ‘yang berpikiran sempit’ memandang bahwa pendidikan formal tidak begitu penting. Asumsi ini lahir karena masyarakat beranggapan bahwa menyekolahkan anaknya di pendidikan formal hanya menambah jumlah pengangguran. Hal ini disebabkan oleh keluaran para lulusan sekolah lanjutan belum mampu memenuhi dunia kerja. Akibatnya, selalu terjadi penumpukan tenaga kerja setiap tahunnya (Tirtarahardja dan La Sula, 2000).
Rendahnya minat untuk melanjutkan ke SMP sungguh sangat memperihatinkan semua pihak. Imbasnya, hal itu banyak terjadi di desa-desa atau di pelosok daerah yang tergolong terpencil. Ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang kurang menyadari akan penting pendidikan. Meskipun pemerintah telah memberikan sosialisasi tentang pendidikan, tetapi masih ada sebagian anak terpaksa tidak bisa melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Kondisi ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan.
Gunawan (2000) mengatakan bahwa, “Sekolah sebagai lembaga pendidikan sangat berperan dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat yang bermakna bagi masyarakatnya.” Melalui pendidikan formal akan terbentuk kepribadian seseorang yang diukur dari perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor seperti terdapat dalam teori Bloom. Jadi, masyarakat yang tidak menyadari pentingnya pendidikan formal akan menjadi masyarakat yang minim pengetahuan, kurang keterampilan, dan kurang keahlian. Mereka akan menjadi masyarakat yang tertinggal dan terbelakang. Dalam persaingan, mereka akan kalah bersaing dengan masyarakat lain yang pendidikannya sudah maju, terlebih-lebih bersaing pada era globalisasi dan informasi pada saat ini. Yang akan terjadi di kemudian hari, anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan formal akan menjadi beban bagi masyarakat bahkan sering menjadi pengganggu ketentraman masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pendidikan atau pengalaman intelektualnya, serta tidak memiliki keterampilan yang menopang kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar